Breakingnewsbandung.com – Di kalangan para pendaki, ada satu aturan tidak tertulis yang sering menjadi bahan diskusi, yaitu jumlah anggota rombongan saat mendaki gunung harus genap. Konon, jika berangkat dengan jumlah ganjil, akan ada kejadian aneh atau bahkan membawa sial, seperti tersesat, jatuh sakit, atau mengalami hal-hal mistis selama perjalanan.
Namun, apakah ini benar-benar sebuah aturan yang patut dipatuhi, atau hanya mitos tanpa dasar yang jelas? Ternyata, kepercayaan serupa tidak hanya ada di Indonesia, tetapi juga di beberapa negara lain, meskipun dengan alasan yang sedikit berbeda.
Berikut ini penjelasan logis dan mistis terkait kenapa naik gunung harus genap, yang mungkin bisa kamu pahami:
1. Faktor Keselamatan dalam Pendakian
Mendaki gunung bukanlah aktivitas santai, melainkan tantangan fisik dan mental yang memerlukan perencanaan matang. Medan yang sulit, cuaca yang tak menentu, serta risiko kecelakaan membuat keselamatan menjadi prioritas utama.
Dalam situasi darurat, kelompok dengan jumlah genap lebih mudah mengatur strategi. Misalnya, jika ada anggota yang cedera, satu orang bisa menemani korban, sementara dua orang lainnya turun untuk mencari bantuan. Dengan jumlah ganjil, ada kemungkinan satu orang harus ditinggal sendirian, yang tentunya lebih berbahaya.
Selain itu, sistem “buddy system” —di mana setiap pendaki memiliki pasangan untuk saling menjaga—lebih efektif diterapkan dalam kelompok genap. Jika jumlahnya ganjil, satu orang mungkin tidak memiliki pasangan tetap, meningkatkan risiko ketika menghadapi medan sulit atau cuaca buruk. Dari sudut pandang keselamatan, aturan ini cukup masuk akal.
2. Kepercayaan Mistis di Kalangan Pendaki
Banyak pendaki percaya bahwa gunung adalah tempat sakral yang dihuni oleh makhluk gaib. Beberapa orang mengatakan bahwa jumlah ganjil dapat “mengundang” makhluk halus untuk bergabung dengan rombongan, sehingga kelompok yang awalnya ganjil bisa menjadi genap. Hal ini sering dikaitkan dengan cerita tentang pendaki yang melihat sosok asing atau merasa diikuti oleh sesuatu di tengah hutan.
Selain itu, ada keyakinan bahwa makhluk halus lebih mudah mengganggu kelompok ganjil karena dianggap kurang harmonis. Kisah-kisah tentang pendaki yang tiba-tiba merasa berat melangkah, tersesat meski sudah mengikuti jalur yang benar, atau mendengar suara-suara aneh sering kali dikaitkan dengan aturan jumlah pendaki ini.
Meskipun tidak dapat dibuktikan secara ilmiah, kepercayaan ini tetap hidup dan dihormati oleh banyak pendaki, terutama mereka yang sering menjelajahi gunung-gunung yang terkenal angker. Di Indonesia, unsur mistis ini masih sangat kental.
3. Efektivitas dalam Manajemen Kelompok
Dari segi organisasi, kelompok dengan jumlah genap lebih mudah dikelola. Misalnya, jika harus berbagi tenda, memasak, atau mendistribusikan perlengkapan, jumlah genap lebih praktis. Bayangkan jika kamu mendaki bertiga: satu orang mungkin harus tidur sendirian di tenda, sementara dua orang lainnya bisa berbagi. Ini tentu kurang nyaman, terutama di tengah udara dingin pegunungan.
Selain itu, jumlah genap membantu dalam pengambilan keputusan. Jika ada perbedaan pendapat, misalnya menentukan apakah harus melanjutkan pendakian atau turun karena cuaca buruk, kelompok genap bisa membuat keputusan dengan suara terbanyak tanpa ada keraguan. Sebaliknya, dalam kelompok ganjil, satu orang mungkin harus memilih antara dua pendapat berbeda, yang bisa menimbulkan tekanan tersendiri.
4. Kenyamanan dalam Perjalanan
Mendaki gunung bukan hanya soal fisik, tetapi juga mental. Perjalanan panjang dan melelahkan bisa membuat seseorang lebih mudah stres atau merasa terisolasi. Dalam kelompok ganjil, ada kemungkinan satu orang merasa tersisih, terutama jika dua orang lainnya lebih akrab atau sering mendaki bersama. Hal ini dapat memengaruhi mood dan dinamika kelompok secara keseluruhan.
Sebaliknya, dengan jumlah genap, interaksi biasanya lebih seimbang, dan semua orang cenderung merasa lebih terlibat. Saat perjalanan jauh, obrolan ringan bisa membantu menghilangkan rasa lelah. Dengan jumlah genap, lebih mudah untuk saling bergantian menghibur satu sama lain. Hal kecil seperti ini bisa membuat perjalanan lebih menyenangkan dan mengurangi potensi konflik antar anggota kelompok.
5. Bagaimana dengan Pendakian di Luar Negeri?
Jika di Indonesia ada kepercayaan soal jumlah pendaki harus genap, bagaimana dengan di luar negeri? Ternyata, konsep serupa juga ditemui di beberapa negara. Di Jepang, misalnya, beberapa pendaki percaya bahwa jumlah ganjil bisa membawa kesialan karena dianggap tidak seimbang dalam filosofi mereka.
Di Amerika dan Eropa, jumlah ganjil juga dianggap kurang ideal, terutama dalam pendakian yang memerlukan sistem berpasangan. Namun, berbeda dengan Indonesia yang lebih kental dengan unsur mistisnya, di negara-negara Barat, aturan ini lebih sering didasarkan pada faktor logis, seperti keamanan dan efisiensi tim. Banyak kelompok ekspedisi profesional memang sengaja menyusun tim dengan jumlah genap untuk mempermudah koordinasi dan mengurangi risiko kecelakaan.
Meskipun aturan “naik gunung harus genap” sering dikaitkan dengan mitos mistis, ada banyak alasan logis yang mendukung konsep ini, mulai dari faktor keselamatan hingga manajemen kelompok. Jadi, jika kamu berencana mendaki gunung, mungkin ada baiknya mempertimbangkan aturan ini—bukan karena takut mitos, tetapi untuk memastikan perjalananmu tetap aman dan menyenangkan.
Sumber : idntimes.com