Breakingnewsbandung.com – JAKARTA | Sebanyak 58 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di wilayah dekat pagar laut Tangerang, Banten, dinyatakan legal oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Menariknya, sertifikat-sertifikat ini berada di dalam garis pantai sehingga tidak dibatalkan. Salah satu pemilik sertifikat yang dinyatakan legal adalah PT Cahaya Inti Sentosa (CIS), perusahaan terafiliasi dengan Sugianto Kusuma atau lebih dikenal sebagai Aguan.
Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, menegaskan bahwa mayoritas SHGB milik PT CIS berada di dalam garis pantai atau daratan, sehingga statusnya dianggap sah secara hukum. “CIS aman karena mayoritas berada di dalam garis pantai. Mungkin hanya ada dua bidang tanah milik CIS yang berada di luar garis pantai atau masuk wilayah laut,” ujar Nusron saat memberikan keterangan pers di kantornya, Jumat (21/02/2025).
Sementara itu, Kementerian ATR/BPN telah membatalkan total 192 sertifikat tanah di area pagar laut Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji. Dari jumlah tersebut, 17 di antaranya adalah Sertifikat Hak Milik (SHM). Dengan pembatalan ini, total sertifikat yang telah dibatalkan menjadi 209 dari keseluruhan 280 sertifikat yang diterbitkan di wilayah perairan pagar laut Tangerang.
“Dulu ada 50 sertifikat yang sudah dibatalkan, sekarang totalnya sudah mencapai 209. Jadi, tersisa 13 sertifikat yang masih abu-abu,” jelas Nusron. Ia menambahkan bahwa 13 sertifikat ini berada di area yang sulit dipastikan apakah termasuk daratan, pantai, atau laut, karena posisinya berada di tengah-tengah garis pantai atau garis laut. “Ini sedang ditelaah lebih lanjut. Butuh waktu untuk menentukan statusnya karena kondisinya subhat atau mutasyabihat (tidak jelas),” ungkap Nusron.
Pembatalan Sertifikat dan Status Hukum yang Kompleks
Pembatalan sertifikat tanah di wilayah pagar laut Tangerang merupakan upaya Kementerian ATR/BPN untuk menertibkan penerbitan sertifikat yang melanggar aturan tata ruang dan batas wilayah laut. Namun, proses ini tidak mudah mengingat banyaknya sertifikat yang diterbitkan di area yang sulit dipetakan secara jelas.
Nusron menjelaskan bahwa pembatalan sertifikat dilakukan berdasarkan hasil verifikasi lapangan dan analisis dokumen. Untuk sertifikat yang berada di dalam garis pantai atau daratan, seperti milik PT CIS, statusnya tetap diakui legal karena sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Namun, untuk sertifikat yang berada di luar garis pantai atau masuk wilayah laut, pembatalan dilakukan karena dinilai melanggar aturan tata ruang dan undang-undang kelautan.
“Kami harus memastikan bahwa semua sertifikat yang diterbitkan sesuai dengan aturan hukum dan tata ruang. Jika ada yang melanggar, maka kami tidak segan-segan membatalkannya,” tegas Nusron.
Tantangan Penyelesaian 13 Sertifikat Abu-Abu
Penyelesaian status 13 sertifikat yang masih abu-abu menjadi tantangan tersendiri bagi Kementerian ATR/BPN. Lokasi sertifikat-sertifikat ini berada di area transisi antara daratan dan laut, sehingga membutuhkan penelitian mendalam untuk menentukan apakah area tersebut termasuk wilayah pantai atau laut.
“Kami sedang bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk ahli geodesi dan kelautan, untuk menelaah status 13 sertifikat ini. Kami ingin memastikan keputusan yang diambil nanti benar-benar adil dan berdasarkan data yang valid,” kata Nusron.
Ia juga menegaskan bahwa Kementerian ATR/BPN akan terus memperkuat pengawasan terhadap penerbitan sertifikat tanah di wilayah pesisir dan laut guna mencegah praktik ilegal yang merugikan negara. “Kami tidak akan mentolerir pelanggaran aturan tata ruang dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya,” tambahnya.