Breakingnewsbandung.comJAKARTA |  Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah, menyampaikan kekhawatirannya terkait rencana peluncuran Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Menurutnya, pembentukan Danantara berisiko melemahkan transparansi pengawasan keuangan di BUMN dan mengurangi kewenangan lembaga penegak hukum seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“BPK dan KPK tidak diberikan kewenangan untuk melakukan audit atau penegakan hukum secara langsung. Implikasinya, potensi korupsi di BUMN yang tergabung dalam Danantara akan meningkat,” ujar Alamsyah dalam diskusi di kantor ICW, Senin (17/2/2025).

Ketentuan Audit Danantara Sesuai UU BUMN

Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara telah memiliki payung hukum melalui Undang-Undang BUMN yang disahkan dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 4 Februari lalu. Dalam beleid tersebut, pemeriksaan laporan keuangan tahunan perusahaan dilakukan oleh akuntan publik. Sementara itu, BPK dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) hanya dapat memeriksa perusahaan jika ada permintaan dari DPR atau pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Menurut Pasal 3M UU BUMN yang baru, Danantara memiliki struktur organisasi yang terdiri dari Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana. Menteri BUMN, berdasarkan Pasal 3N, menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas Danantara, dibantu oleh perwakilan Kementerian Keuangan dan pejabat negara atau pihak lain yang ditunjuk oleh Presiden. Sebagai ketua dewan pengawas, Menteri BUMN memiliki kewenangan untuk memberhentikan sementara anggota Badan Pelaksana Danantara.

Struktur Dewan Pengawas Danantara

Dalam acara peluncuran Danantara, Presiden Prabowo Subianto mengangkat sejumlah pengurus melalui Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 2025 tentang Pengangkatan Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana Badan Pengelola Investasi Danantara Indonesia. Melalui keputusan tersebut, Erick Thohir, Menteri BUMN, ditunjuk sebagai Ketua Dewan Pengawas, sementara Muliaman Hadad, mantan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), diangkat sebagai Wakil Ketua Dewan Pengawas.

“Ketua Dewan Pengawas yang sudah ditunjuk Presiden adalah Bapak Erick Thohir, dan Wakil Ketua Dewan Pengawas Bapak Muliaman Hadad,” ucap Presiden Prabowo saat peluncuran di Sentul, Jawa Barat, Sabtu (22/2/2025).

 

Ajakan kepada Mantan Presiden dan Ormas untuk Mengawasi Danantara

Dalam kesempatan yang sama, Presiden Prabowo juga mengajak mantan Presiden Republik Indonesia untuk turut serta mengawasi pengelolaan Danantara. Ia menyebut Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) sebagai tokoh yang diharapkan ikut berperan dalam pengawasan.

“Danantara adalah kekuatan energi masa depan, dan ini harus kita jaga bersama. Oleh karena itu, saya minta semua Presiden sebelum saya berkenan ikut menjadi pengawas di dana ini,” kata Prabowo.

Selain itu, Presiden juga meminta organisasi kemasyarakatan (ormas) berbasis keagamaan, seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), untuk turut mengawasi pengelolaan dana kekayaan negara di Danantara.

“Saya juga berpikir kalau pimpinan NU, Muhammadiyah, pimpinan mungkin dari KWI dan sebagian lain-lain ikut juga membantu mengawasi,” ucap Prabowo.

Meski demikian, kekhawatiran ICW terkait risiko korupsi di Danantara tetap menjadi sorotan. Menurut Wana Alamsyah, pembatasan kewenangan BPK dan KPK dalam melakukan audit dan penegakan hukum dapat menciptakan celah bagi praktik korupsi. Ia mendesak pemerintah untuk memastikan mekanisme pengawasan yang lebih transparan dan melibatkan berbagai pihak independen.

“Pengawasan oleh akuntan publik saja tidak cukup. Harus ada mekanisme yang memungkinkan lembaga penegak hukum seperti BPK dan KPK untuk melakukan audit secara berkala guna mencegah potensi korupsi,” tegas Alamsyah.

Sumber : https://www.tempo.co/hukum/danantara-tak-bisa-diaudit-kpk-dan-bpk-ini-penjelasan-prabowo-1211510

Share.
Leave A Reply

Exit mobile version