Breakingnewsbandung.com – Pemerintah Israel menyetujui rancangan undang-undang yang mengizinkan militer memobilisasi hingga 400.000 tentara cadangan tambahan. Keputusan ini diambil di tengah kebuntuan negosiasi gencatan senjata tahap dua dan perjanjian pertukaran tahanan dengan Hamas di Jalur Gaza. Dilansir dari Anadolu Agency , Selasa (29/5/2025), Israel menyatakan bahwa langkah ini dilakukan sebagai antisipasi terhadap potensi kembalinya pertempuran di wilayah tersebut.
Berdasarkan keputusan baru, militer Israel akan meningkatkan jumlah tentara cadangan secara signifikan. Sebelumnya, Israel hanya mampu memobilisasi sekitar 80.000 tentara aktif dan maksimal 320.000 tentara cadangan. Namun, dengan kebijakan baru ini, angka tersebut dinaikkan menjadi 400.000 orang pada 29 Mei 2025.
“Keputusan ini muncul di tengah tantangan serius dalam merekrut sumber daya manusia untuk tugas cadangan,” lapor media Israel, Channel 14 . Situasi ini mencerminkan ketegangan yang semakin meningkat akibat penundaan negosiasi damai antara Israel dan Hamas.
Tahap Pertama Gencatan Senjata Berakhir Tanpa Kesepakatan Baru
Tahap pertama perjanjian gencatan senjata selama enam minggu, yang dimulai pada 19 Januari, secara resmi berakhir pada Sabtu tengah malam (1/3/2025). Namun, Israel belum menunjukkan kesediaan untuk melanjutkan ke tahap kedua gencatan senjata, yang bertujuan mengakhiri perang di Gaza secara menyeluruh.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, tampak berupaya memperpanjang fase gencatan senjata tahap pertama. Alasannya, fase ini memungkinkan Israel melakukan pertukaran sandera sebanyak mungkin dengan tahanan Palestina tanpa memberikan imbalan apa pun. Selain itu, Israel juga tidak harus memenuhi kewajiban militer dan kemanusiaan yang diatur dalam perjanjian tersebut.
Namun, sikap ini ditolak oleh Hamas. Kelompok perlawanan Palestina tersebut bersikeras agar Israel mematuhi semua ketentuan gencatan senjata dan segera memulai negosiasi untuk tahap kedua. Hamas menuntut penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza serta penghentian total perang sebagai syarat untuk melanjutkan pembicaraan.
Dampak Perang di Gaza dan Tekanan Internasional
Konflik di Gaza telah menimbulkan dampak kemanusiaan yang sangat besar. Serangan militer Israel, yang disebut oleh banyak pihak sebagai genosida, telah menewaskan lebih dari 48.380 korban, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak. Wilayah Gaza pun hancur lebur, dengan infrastruktur yang lumpuh dan jutaan warga sipil kehilangan tempat tinggal.
Selain itu, Israel juga menghadapi tekanan internasional yang semakin kuat. Mahkamah Internasional (MI) saat ini sedang memproses kasus genosida terhadap Israel atas tindakan militernya di Gaza. Kasus ini menambah beban diplomatik bagi Israel di tengah krisis kemanusiaan yang terus memburuk.
Peningkatan jumlah tentara cadangan menunjukkan bahwa Israel siap menghadapi kemungkinan eskalasi konflik di masa mendatang. Langkah ini juga mencerminkan ketidakpastian dalam proses perdamaian, karena kedua belah pihak—Israel dan Hamas—masih bersikeras pada posisi masing-masing.
Sementara itu, mediator internasional seperti Amerika Serikat, Qatar, dan Mesir terus berupaya mencari solusi untuk menghidupkan kembali negosiasi gencatan senjata. Namun, tanpa kompromi dari kedua belah pihak, peluang untuk mencapai perdamaian tampak semakin tipis.
“Jika tidak ada langkah konkret untuk meredakan ketegangan, konflik di Gaza berpotensi memasuki babak baru yang lebih brutal,” ujar seorang analis politik Timur Tengah.