Bandung – Suasana khidmat terasa di Kabupaten Bandung, saat para santri disabilitas netra melantunkan ayat suci Al-Qur’an menggunakan mushaf braille. Momentum yang penuh pada bulan Ramadan, Kamis (6/3/2025).
Sebanyak 21 santri disabilitas netra menempuh pendidikan di pesantren yang berlokasi di Kampung Sekegawir, Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Santri antusias menghafal Al-Qur’an dan mengikuti berbagai kegiatan keagamaan selama bulan suci Ramadan.
Saban hari, para santri tampak tekun menghafal ayat-ayat Al-Qur’an di Masjid Darushudur. Mereka menggunakan Al-Qur’an braille sebagai panduan utama dalam menghafal. Selain itu, audio murottal yang diputar melalui perangkat kecil juga membantu para santri dalam memperkuat hafalan mereka.
Manager Edukasi Pondok Pesantren Disabilitas Netra Sam’an Darushudur Zuhud Al Ghifari menjelaskan program utama di pesantren ini memang difokuskan pada kegiatan menghafal Al-Qur’an. Selain itu, para santri juga dibekali berbagai keterampilan pendukung. “Program utama santri kita itu ngafalin Al-Qur’an. Terus belajar ilmu keagamaan, belajar bahasa asing, belajar komputer, hingga mempelajari teknologi AI,” ujar Zuhud saat ditemui detikJabar, Kamis (6/3/2025).
Selama Ramadan, lanjut Zuhud, para santri juga mengikuti program pembelajaran kitab tentang Sirah Nabawiyah. Program ini bertujuan agar para santri memahami perjalanan hidup Rasulullah SAW secara mendalam. “Sejarah tentang Rasulullah, itu dikaji tuh selama 1 bulan dari awal sampai beres kitabnya. Terus ada juga program murajaah,” tambahnya.
Diajarkan Berdakwah dan Mengisi Kajian di Masjid
Tak hanya fokus menghafal Al-Qur’an, para santri juga dibimbing untuk berdakwah melalui program kultum (kuliah tujuh menit). Para santri diberi kesempatan menyampaikan ceramah singkat bersama para ustaz.
“Mereka kita kirimkan ke beberapa masjid rekanannya Sam’an, mereka ngisi tarawih di sana, gitu ngisi kajian di sana,” jelas Zuhud.
Selain pembelajaran internal di pesantren, Pesantren Sam’an Darushudur juga aktif menggelar pelatihan membaca Al-Qur’an braille untuk disabilitas netra di luar pesantren. Menariknya, pelatihan ini berskala nasional dan bisa diikuti secara online.
“Yang eksternalnya kita ada lah pelatihan belajar braille. Itu untuk teman-teman disabilitas netra di luar pesantren dan itu nasional, ada yang dari Jawa Barat, Jawa Timur, ada yang dari Sulawesi. Pokoknya dari berbagai macam pulau ada sih yang pelatihan braille itu tapi online,” beber Zuhud.
Sebelum terlibat dalam program pelatihan eksternal, para santri di Pesantren Sam’an terlebih dahulu mengikuti pembelajaran braille intensif selama enam bulan. Hal ini karena sebagian besar santri yang baru masuk belum sepenuhnya menguasai pembacaan Al-Qur’an braille.
“Mungkin ada yang sudah bisa baca tapi latin, khusus yang paling banyak itu ketika masuk Sam’an mereka belum bisa Al-Qur’an braillenya. Itu kita ada pelajarannya selama 6 bulan,” kata Zuhud.
Melatih Kepekaan Jari untuk Mengenal Braille
Zuhud menjelaskan, salah satu tantangan terbesar dalam pembelajaran braille adalah melatih kepekaan jari santri agar mampu meraba dan mengenali pola titik-titik braille. Pelatihan ini penting agar santri mampu membedakan berbagai simbol huruf yang ada.
“Jadi kalau ketika mereka meraba-raba itu, si kepekaan jarinya itu harus dilatih. Harus merasakan, karena kan braille itu bukan sekadar bintik-bintik. Tapi bintik-bintik yang terpola sehingga membentuk sebuah simbol. Jadi mereka harus peka jarinya, ini bentuknya menyedut, bentuknya garis lurus,” ucap Zuhud.
Yayasan Sam’an berdiri sejak tahun 2014 dan secara khusus bergerak di bidang pendidikan, pemberdayaan, dan kegiatan sosial untuk penyandang disabilitas netra. Kemudian, pada tahun 2018, Yayasan Sam’an mulai mendirikan Pesantren Tahfidz Sam’an yang dikhususkan bagi santri disabilitas netra.
“Iya jadi dari awal memang dibuat buat disabilitas netra. Jadi Yayasan Sam’an itu didirikan memang buat lembaga pendidikan, pemberdayaan, sosial untuk teman-teman disabilitas netra gitu,” pungkasnya.