Breakingnewsbandung.com – GAZA | Sebanyak 280.000 liter bahan bakar akhirnya berhasil masuk ke Jalur Gaza pada Kamis (19/6/2025), setelah selama 110 hari tidak ada pasokan energi sama sekali. Bantuan ini diangkut dari stasiun pengisian bahan bakar di Rafah menuju Deir al-Balah melalui koordinasi Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA). Pasokan tersebut sangat penting untuk menjaga operasional rumah sakit, instalasi pengolahan air bersih, dan jaringan komunikasi vital.
Namun, menurut laporan OCHA seperti dikutip dari Xinhua , Jumat (30/6/2025), jumlah itu masih jauh dari memadai. Tanpa pasokan BBM tambahan secara berkala, layanan kritis akan terancam mati total.
“Meski ini memberikan sedikit napas tambahan, kita tetap harus bisa mengizinkan pasokan bahan bakar dari luar agar layanan penyelamat nyawa dapat terus berjalan,” kata OCHA.
Situasi di Gaza semakin kritis akibat gempuran udara Israel yang terus menerus, menyebabkan korban sipil meningkat dan akses kemanusiaan terbatas. Selain ancaman fisik, gangguan infrastruktur juga menjadi tantangan besar, salah satunya putusnya kabel serat optik yang mengganggu komunikasi selama tiga hari berturut-turut.
Tim perbaikan sempat terhambat karena pihak otoritas Israel membatasi pergerakan mereka untuk mencari lokasi kabel yang rusak, terutama di wilayah tengah dan selatan Gaza.
Kondisi penampungan warga pun semakin memprihatinkan. Menurut OCHA, sejak 1 Maret 2025, tidak ada kiriman tenda, kayu, atau terpal untuk pembangunan darurat di Gaza. Sebanyak 980.000 unit perlengkapan penampungan , termasuk 50.000 tenda, telah disiapkan oleh PBB dan mitra kemanusiaan, namun tertahan di perbatasan.
Sebagian besar warga terpaksa tinggal di tempat-tempat yang tidak layak, seperti sekolah yang hancur , lahan kosong , atau reruntuhan bangunan , tanpa fasilitas dasar yang memadai. Situasi ini diperparah oleh kurangnya ruang evakuasi aman bagi warga sipil.
Dalam kunjungan ke Kompleks Medis Nasser di Khan Younis, tim WHO menyatakan bahwa kondisi rumah sakit sangat memprihatinkan. Rumah sakit tersebut saat ini membludak , dengan jumlah pasien dua kali lipat dari kapasitas ideal. Fasilitas medis kesulitan mendapatkan ventilator, monitor kesehatan, tempat tidur, hingga tenaga medis yang memadai.
Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyampaikan keprihatinan atas situasi kritis di Gaza. Ia menekankan bahwa tanpa akses yang lebih leluasa, upaya penyelamatan jiwa akan semakin sulit dilakukan.
“Rumah sakit Nasser sudah melebihi batas kemampuan. Ini bukan hanya soal kapasitas, tapi juga soal kelangsungan hidup manusia,” ujarnya.
Meski begitu, bantuan bahan bakar minimum telah berhasil masuk untuk menjalankan generator cadangan. Sayangnya, kompleks medis tersebut berada dalam zona yang menjadi target perintah evakuasi militer Israel, sehingga akses logistik dan evakuasi medis menjadi semakin berisiko.
Sumber: pikiran-rakyat.com