Jakarta – Puluhan lumba-lumba dilaporkan mati akibat tumpahan minyak dari kapal tanker di Rusia. Insiden ini terjadi di Selat Kerch, dengan 61 mamalia laut jenis cetacea tercatat mati.
Tumpahan minyak tersebut terjadi sejak 15 Desember 2024. Pada hari itu, dua kapal tanker tua milik Rusia terjebak dalam badai di Selat Kerch, yang menghubungkan Krimea dan Rusia selatan. Salah satu kapal tenggelam, sementara kapal lainnya kandas, mengakibatkan tumpahan sekitar 2.400 ton bahan bakar minyak berat jenis mazut ke perairan sekitarnya.
Dampak Tumpahan Minyak pada Mamalia Laut
Pusat Delfa Rusia, organisasi yang berfokus pada penyelamatan dan rehabilitasi lumba-lumba, melaporkan 61 cetacea mati sejak kejadian ini. Dari jumlah tersebut, 32 mamalia laut diduga kuat mati akibat paparan tumpahan minyak.
“Dilihat dari kondisi mayatnya, kemungkinan besar sebagian besar cetacea ini mati dalam 10 hari pertama setelah bencana,” tulis Pusat Delfa Rusia, dikutip dari AFP, Selasa (7/1).
Sebagian besar cetacea yang mati diketahui adalah lumba-lumba azov, sejenis porpoise yang memiliki kekerabatan lebih dekat dengan beluga dan paus dibandingkan lumba-lumba pada umumnya.
Upaya Pembersihan Perairan Tercemar
Pada Minggu (5/1), Kementerian Darurat Rusia mengonfirmasi bahwa pihaknya masih bekerja untuk membersihkan perairan yang tercemar. Namun, angin kencang dan ombak besar telah mendorong minyak ke beberapa pantai.
“Lebih dari 68 kilometer (42 mil) garis pantai telah dibersihkan,” ujar perwakilan kementerian.
Dalam pernyataan lanjutan di hari yang sama, kementerian melaporkan penemuan dua ceceran minyak baru. Salah satu ceceran berada di lepas pantai resor Anapa, sementara yang lainnya ditemukan di Teluk Kapsel. Menurut laporan kantor berita TASS, salah satu ceceran minyak tersebut terbentang sepanjang dua kilometer.
Ratusan sukarelawan telah dikerahkan untuk membersihkan pantai-pantai di Krimea dan sepanjang pantai selatan Rusia. Mereka bekerja untuk mengangkat tanah yang terkontaminasi oleh minyak.
Pihak berwenang Rusia menjelaskan bahwa jenis bahan bakar minyak yang terlibat dalam insiden ini sangat sulit untuk dibersihkan. Minyak tersebut bersifat padat dan berat, sehingga tidak mengapung di permukaan air, membuat proses pembersihan menjadi lebih rumit.
Insiden ini tidak hanya menjadi ancaman bagi ekosistem laut, tetapi juga menyoroti risiko operasional kapal tanker tua yang masih digunakan dalam kondisi cuaca buruk. Upaya penanganan yang efektif dan preventif sangat diperlukan untuk mencegah terulangnya tragedi serupa di masa depan.