Breakingnewsbandung.com – GAZA | Lebih dari dua pertiga warga Palestina merasa bahwa negara-negara Arab dan Islam tidak cukup berbuat untuk melindungi rakyat Gaza dari serangan brutal Israel. Hal ini merupakan hasil survei yang dilakukan oleh The Palestinian Centre for Public Opinion (PCPO) , sebuah lembaga riset independen yang berbasis di Palestina. Survei tersebut melibatkan 1.500 warga Palestina dari Gaza dan Tepi Barat yang diduduki Israel antara 5 hingga 15 Maret 2025. Hasilnya menunjukkan kekecewaan mendalam atas respons dunia Arab terhadap penghancuran Gaza oleh Israel.
Kekecewaan lebih tinggi di Gaza, di mana hampir tiga perempat responden menganggap respons dunia Arab tidak memadai. Sementara itu, di Tepi Barat, sekitar dua pertiga responden menyatakan hal serupa.
“Secara historis, warga Palestina selalu mengandalkan dukungan politik, diplomatik, dan material dari negara-negara Arab dan Islam. Namun, ada persepsi kuat bahwa banyak dari mereka kini lebih memprioritaskan kepentingan geopolitik dan hubungan diplomatik dibandingkan memberikan dukungan teguh untuk hak-hak Palestina,” kata Nabil Kukali, presiden dan pendiri PCPO, kepada The New Arab . “Normalisasi hubungan antara beberapa negara Arab dan Israel juga telah memperburuk ketidakpercayaan ini. Banyak warga Palestina melihat perjanjian normalisasi sebagai indikasi bahwa perjuangan mereka dikesampingkan demi keuntungan ekonomi dan strategis,” tambahnya, seperti dilansir Jumat (21/3/2025).
Kekhawatiran Penggusuran Paksa Penduduk Gaza
Survei juga mengungkapkan kekhawatiran luas di kalangan warga Palestina bahwa Amerika Serikat (AS) dan Israel berencana untuk menggusur paksa 2,2 juta penduduk Gaza. Tiga perempat responden di Gaza dan lebih dari separuh di Tepi Barat menyuarakan kekhawatiran mereka terkait proposal Presiden AS Donald Trump untuk “mengambil alih” Gaza dan menjadikannya destinasi wisata mewah yang disebutnya “Riviera of the Middle East.”
Pada Februari lalu, Trump mengumumkan bahwa AS akan berupaya menduduki Jalur Gaza setelah konflik berakhir dan mengusir penduduk secara permanen. Meskipun Trump kemudian mengecilkan ancamannya untuk mendeportasi warga Palestina, laporan terbaru menunjukkan bahwa AS dan Israel sedang bernegosiasi dengan beberapa negara Afrika untuk menampung warga Gaza yang mengungsi.
Israel sendiri menyambut baik usulan Trump dan mulai mempersiapkan apa yang disebutnya sebagai migrasi “sukarela” warga Palestina dari Gaza. Namun, rencana ini memicu reaksi keras di dunia Arab. Sebagai tanggapan, Mesir bersama Yordania telah menolak tekanan dari pemerintahan Trump untuk memukimkan kembali warga Palestina dari Gaza. Negara-negara tersebut mendukung rencana tandingan yang disusun oleh Mesir, yang menawarkan peta jalan untuk rekonstruksi Gaza tanpa melibatkan penggusuran penduduk lokal.
Perbedaan Pandangan tentang Hamas dan Otoritas Palestina
Survei PCPO juga menyoroti perbedaan pandangan yang signifikan antara warga Gaza dan Tepi Barat mengenai Hamas dan Otoritas Palestina (PA). Di Gaza, lebih dari 60% responden menyuarakan dukungan untuk pengalihan kekuasaan kepada Otoritas Palestina, sebuah gagasan yang hanya mendapat dukungan dari seperempat responden di Tepi Barat, tempat PA sangat tidak populer karena dianggap korup dan tidak efektif.
Sementara itu, popularitas Hamas justru menurun di Gaza, di mana kurang dari seperlima responden menganggap kelompok ini masih mewakili perlawanan Palestina. Sebaliknya, di Tepi Barat, hampir setengah dari responden menyatakan dukungan mereka untuk Hamas, yang dipandang sebagai simbol perlawanan terhadap pendudukan Israel.