Breakingnewsbandung.com – BANDUNG | Semangat pelestarian budaya kembali bergelora dari kaki Gunung Manglayang. Pada hari Minggu, 15 Juni 2025, masyarakat Kampung Cigupakan, RW 03 / RT 01, Desa Cilengkrang, Kabupaten Bandung, berkumpul dalam suasana penuh kebersamaan dan kebanggaan, memperingati Anniversary ke-1 Sanggar Seni Benjang “PUTRA GAGAK MANGLAYANG”.
Upaya Nyata Anak Muda Menjaga Warisan Budaya di Tengah Derasnya Arus Zaman
Acara yang digelar dari pukul 09.00 hingga 16.30 WIB ini menjadi bukti nyata bahwa di tengah dunia yang semakin digital, semangat menjaga akar budaya masih kuat bergema, khususnya di kalangan generasi muda.
Sanggar ini berdiri sejak 13 Mei 2024, atas prakarsa dan asuhan Bapak Jajat, yang akrab disapa Mang Ajat. Latar belakang pendirian sanggar ini sebagai ruang alternatif bagi remaja untuk mengekspresikan diri melalui seni, menjauhi pergaulan negatif, dan menyatu dengan nilai-nilai luhur budaya Sunda. Seni, bagi Mang Ajat, adalah jembatan yang menyelamatkan anak muda dari jurang kehampaan arah dan identitas.
“Harapan kami sederhana, tapi bermakna: semoga sanggar ini menjadi rumah bagi remaja untuk tumbuh dalam semangat kebersamaan, kehalusan budi, dan cinta terhadap warisan leluhur. Karena budaya bukan sekadar tontonan, tapi tuntunan,” ujar Mang Ajat dengan mata berbinar.
Kegiatan ini mendapat dukungan penuh dari Sesepuh Kampung Cigupakan, Bah Ade, sosok sepuh yang selama ini menjadi penjaga nilai-nilai adat dan spiritual masyarakat setempat. Dalam pandangan beliau, budaya adalah pusaka jiwa yang tidak boleh tercerabut, betapapun cepatnya zaman melaju.
“Saya khawatir kalau anak-anak muda tidak mengenal kesenian seperti contohnya Benjang, maka kita akan kehilangan jati diri. Kalau budaya hilang, kita tak lebih dari arus yang hanyut,” ungkap Bah Ade dengan nada haru.
Acara ini dipimpin langsung oleh Ketua Karang Taruna, H. Nurgraha Irwan, yang memberikan sambutan dengan penuh semangat. Beliau menyampaikan bahwa keberadaan sanggar ini adalah solusi konkrit untuk meredam kenakalan remaja dan membentuk generasi yang kompak, berkarakter, dan berprestasi.
“Anak muda butuh ruang aktualisasi. Dan seni adalah ruang yang indah untuk itu. Mari kita buktikan bahwa dengan budaya, kita bisa tetap keren, berdaya, dan bermakna,” ujarnya disambut tepuk tangan para hadirin.
Benjang: Warisan Leluhur yang Kembali Dihidupkan
Kemeriahan acara ini juga menjadi momentum penting untuk mengenalkan kembali seni tradisional Benjang, warisan budaya dari Ujungberung, Bandung, yang telah diakui sebagai Warisan Budaya oleh Kemendikbud RI sejak tahun 2019.
Benjang adalah gabungan dari kekuatan, seni, dan spiritualitas yang dulu tumbuh dari bale-bale kampung, tempat para bujang melatih diri dalam bela diri dan etika. Seiring perkembangan waktu, Benjang berkembang dalam tiga bentuk utama:
Benjang Gulat – seni bela diri tradisional dalam bentuk tari-tarung,
Benjang Helaran – seni arak-arakan penuh warna, dan
Topeng Benjang – seni tari topeng yang ekspresif dan penuh makna simbolik.
Pada masa jayanya (1955–1965), pertunjukan Benjang bisa berlangsung seharian penuh, menjadi pesta rakyat yang menyatukan warga dalam kegembiraan dan rasa hormat terhadap leluhur. Sayangnya, perubahan zaman dan arus budaya luar membuat seni ini perlahan tenggelam.
Kini, melalui semangat anak-anak muda seperti yang tergabung dalam PUTRA GAGAK MANGLAYANG, Benjang tidak hanya kembali tampil di panggung, tetapi juga hidup dalam hati dan gerak generasi baru.
Harapan ke Depan
Melalui sanggar ini, masyarakat Kampung Cigupakan Atas ingin menunjukkan bahwa melestarikan budaya bukan nostalgia, tapi visi masa depan. Kegiatan seni seperti ini diyakini mampu memperkuat karakter generasi muda, menanamkan nilai gotong royong, serta menjadi alat pemersatu masyarakat.
Dengan semangat yang terus menyala, komunitas ini berharap dukungan dari berbagai pihak—pemerintah, sekolah, dan masyarakat luas—agar kesenian Benjang terus tumbuh, dikenal, dan dicintai, baik di tingkat lokal maupun nasional.