Breakingnewsbandung.comBANDUNG -|Jalan Asia Afrika Bandung kini tak hanya terkenal karena sejarahnya, tetapi juga karena kehadiran komunitas cosplayer yang membuat jalanan ini hidup dengan warna dan karakter yang unik setiap akhir pekan.

Mulai dari kostum hantu yang seram hingga karakter anime dan superhero populer, para cosplayer ini menjadi daya tarik wisata baru yang menarik perhatian masyarakat, menciptakan pengalaman unik bagi pengunjung yang ingin berfoto dan menikmati parade kostum.

Namun, fenomena ini lebih dari sekadar kostum dan penampilan secara visual.

Bagi para cosplayer di Bandung, mengenakan kostum bukan sekedar hobi, melainkan juga bentuk ekspresi diri.

Kehadiran mereka di Jalan Asia Afrika telah berkembang dari komunitas hingga menjadi ikon yang didukung oleh pemerintah kota, memberikan ruang lebih bagi kreativitas cosplayer untuk terus berkembang.

Selain menarik wisatawan, cosplay juga memiliki dampak psikologis yang positif bagi para pelakunya.

Menurut beberapa penelitian, mengenakan kostum karakter tertentu dapat membantu seseorang mengekspresikan sisi lain dari kepribadian yang mungkin sulit terlihat.

Bagi sebagian orang, cosplay menjadi sarana untuk melarikan diri dari rutinitas sehari-hari dan menghadapi tekanan hidup.

Popularitas para cosplayer di Bandung semakin meningkat setelah video mereka yang dikejar Satpol PP di Jalan Asia Afrika menjadi viral pada awal Oktober 2024.

Adegan ini menimbulkan reaksi publik yang beragam, dari mereka yang terhibur hingga yang mempertanyakan batasan kebebasan berekspresi di ruang publik.

Fenomena ini akhirnya menarik perhatian produser film Budi Ismanto, yang berkolaborasi dengan sutradara Tubagus Deddy untuk mengangkat kisah komunitas ini dalam film drama komedi bertajuk Conjurig.

“Para cosplayer di Bandung ini adalah seniman yang bekerja dengan jujur,” ujar Tubagus Deddy.

“Ironisnya, di luar sana banyak orang yang memakai ‘topeng’ secara kiasan, namun tidak jujur dalam kehidupan sehari-hari.”

erbeda dari yang mungkin diduga, Conjurig bukanlah film horor, melainkan drama komedi dengan sentuhan sosial.

Mengusung tema-tema lokal, film ini menggunakan dialog Sunda yang akrab di telinga masyarakat Jawa Barat, namun tetap dapat dinikmati oleh penonton dari seluruh Indonesia dengan bantuan terjemahan.

Menurut Budi Ismanto, inspirasi cerita ini muncul dari pertemuan tak terduga dengan seorang cosplayer berpakaian pocong di toilet.

Setelah berbincang, ia menyadari bahwa banyak dari para cosplayer ini bekerja keras untuk mendukung keluarga mereka dan memiliki kejujuran yang mungkin tak terlihat dari balik kostum mereka.

Conjurig membuka pintu baru bagi komunitas cosplayer di Bandung dan Indonesia untuk mendapatkan pengakuan lebih luas sebagai bagian dari budaya pop nasional.

Melalui film ini, cosplay tidak hanya dipandang sebagai hiburan, tetapi juga sebagai ekspresi seni yang penuh makna dan sarana kebanggaan bagi banyak orang.

Kisah cosplayer Bandung di film Conjurig menunjukkan bahwa kreativitas dapat menjadi kekuatan yang menginspirasi, baik di layar lebar maupun dalam kehidupan nyata.

Dengan apresiasi publik yang semakin besar, masa depan cosplay di Indonesia tampak semakin cerah, menjanjikan lebih banyak ruang bagi seni dan budaya lokal untuk berkembang di kancah nasional.

Dikutip dari : https://jabar.tribunnews.com/2024/11/13/fenomena-viral-di-jalan-asia-afrika-kisah-cosplayer-bandung-hadir-di-film-conjurig

Share.
Leave A Reply

Exit mobile version