Breakingnewsbandung.com – Hussein al-Sheikh, seorang tokoh senior dari gerakan Fatah, baru saja diangkat sebagai Wakil Presiden Palestina dan Ketua Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), sebuah langkah yang menandai kemajuan penting dalam karier politiknya. Ia kini diposisikan sebagai calon kuat untuk menggantikan Mahmoud Abbas, yang saat ini menjabat sebagai Presiden Otoritas Palestina (PA) dan Ketua PLO pada usia 89 tahun.
Penunjukan al-Sheikh terjadi di tengah tekanan internasional yang meningkat agar PLO melakukan reformasi. Baik pihak Arab maupun Barat mendesak PA untuk memainkan peran lebih aktif dalam mengelola Jalur Gaza setelah konflik terbaru. Posisi wakil presiden itu sendiri diciptakan selama sesi Dewan Palestina di Ramallah, dengan al-Sheikh secara resmi disahkan pada Sabtu lalu.
Profil Hussein al-Sheikh:
Lahir di Ramallah pada tahun 1960, al-Sheikh berasal dari keluarga pedagang yang mengungsi selama Nakba 1948. Ia bergabung dengan Fatah di usia muda dan menjalani hukuman penjara selama sepuluh tahun oleh Israel antara 1978 hingga 1988. Selama masa tahanan, ia belajar bahasa Ibrani, yang kemudian menjadi aset penting dalam komunikasinya dengan pejabat Israel. Setelah bebas, ia terus naik pangkat dalam jajaran Fatah.
Sebagai ayah dari enam anak, al-Sheikh diperkirakan akan mengambil alih kepemimpinan sementara PLO dan Negara Palestina jika Abbas meninggal atau mundur. Namun, kekhawatiran tumbuh di kalangan PLO bahwa kepergian Abbas dapat menciptakan kekosongan kekuasaan yang bisa dimanfaatkan oleh Israel.
Peran dalam Otoritas Palestina:
Al-Sheikh memainkan peran sentral dalam operasi harian PA, terutama dalam mengawasi urusan sipil dan bertindak sebagai penghubung utama dengan Israel. Sebagai sekretaris jenderal Komite Eksekutif PLO, ia mengelola fungsi administratif penting terkait PA, termasuk izin perjalanan bagi warga Palestina yang ingin bekerja atau berobat di Israel. Ia juga dikenal sebagai orang kepercayaan Abbas dan telah dipersiapkan sebagai penerusnya selama hampir dua dekade.
Namun, citranya di mata publik Palestina tetap kontroversial. Banyak yang menganggapnya sebagai simbol kegagalan PA karena dianggap korup dan terlalu dekat dengan Israel. Tuduhan pelecehan seksual dari 2012 juga merusak reputasinya.
Reaksi Publik dan Hamas:
Penunjukan al-Sheikh menuai reaksi dingin dari Hamas dan sebagian besar masyarakat Palestina. Pejabat Hamas, Bassem Naim, menyebut al-Sheikh sebagai bagian dari pemimpin yang “terikat dengan pendudukan.” Survei menunjukkan bahwa al-Sheikh hanya akan mendapat sekitar 3 persen suara jika pemilihan presiden diadakan, mencerminkan rendahnya dukungan rakyat.
Tantangan yang Dihadapi:
Secara internal, al-Sheikh menghadapi resistensi dari tokoh senior PLO dan Fatah yang melihatnya sebagai pesaing. Penunjukannya tanpa pemilihan internal memicu ketidakpuasan. Secara eksternal, ia harus menghadapi tekanan dari sekutu Barat dan Arab untuk mereformasi PA, meskipun korupsi sistemik, pembatasan Israel, dan perpecahan politik membatasi kemampuannya untuk memberikan perubahan signifikan.
Sumber: tempo.co