Breakingnewsbandung.comKABUPATEN TASIKMALAYA | Aktivitas pendakian liar dan tidak terkendali di jalur Arga , yang menghubungkan Desa Sundakerta, Kecamatan Sukahening, Kabupaten Tasikmalaya, menuju kawasan Cagar Alam Gunung Talaga Bodas di Kabupaten Garut, menjadi sorotan tajam. Forum Komunikasi Pecinta Alam Tasikmalaya (FKPAT) mendesak pihak Perhutani BKPH Tasikmalaya untuk menutup sementara jalur tersebut demi melindungi ekosistem kawasan konservasi yang semakin terancam.

Ketua FKPAT, Miftah Rizky , menjelaskan bahwa jalur Arga telah menjadi destinasi favorit bagi pendaki “tektok” atau pendakian cepat, namun tanpa pemahaman konservasi yang memadai. “Para pendaki datang tanpa bekal edukasi. Mereka banyak membuang sampah sembarangan, merusak vegetasi, bahkan buang air besar di aliran sungai. Ini jelas membahayakan kelestarian alam dan mencemari kawasan cagar alam,” ujar Miftah dalam pertemuan bersama Perhutani Tasikmalaya, Senin (9/6/2025).

Menurut catatan FKPAT, aktivitas pendakian yang tidak terkelola dengan baik telah menyebabkan dampak negatif nyata, seperti penumpukan sampah plastik, terganggunya ekosistem hutan, serta rendahnya kesadaran lingkungan para pendaki. Minimnya pengawasan dan belum adanya regulasi resmi terkait akses masuk semakin memperburuk kondisi kawasan tersebut.

Desakan untuk menutup jalur Arga juga didukung oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Sundakerta . Pengurus LMDH, Eka Riwayat , mengungkapkan bahwa warga setempat mulai merasakan dampak negatif dari aktivitas pendakian yang semrawut. “Beberapa pendaki bahkan tersesat hingga harus dijemput keluarganya. Kendaraan mereka sering memenuhi jalan desa, dan sampah-sampah yang ditinggalkan malah menjadi beban warga yang awalnya hanya ingin mengecek saluran air di hutan,” keluh Eka.

Menanggapi desakan ini, Asper Perhutani BKPH Tasikmalaya , Sudrajat Firmansyah , menyatakan bahwa jalur pendakian Arga memang berada dalam kawasan kelola Perhutani. Ia menyambut baik usulan penutupan sementara jalur tersebut sambil menunggu adanya regulasi resmi terkait aktivitas pendakian.

“Dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang berlaku saat ini, belum ada aturan spesifik mengenai kegiatan hiking. Kami akan mengajukan adendum melalui skema Kemitraan Kehutanan Perhutani (KKP) ke direksi pusat,” jelas Sudrajat. Ia memperkirakan proses pengajuan adendum ini membutuhkan waktu sekitar satu hingga dua pekan, tergantung persetujuan dari direksi.

Dalam diskusi tersebut, FKPAT juga menyampaikan empat tuntutan utama kepada semua pihak terkait:

  1. Edukasi berkelanjutan bagi masyarakat dan pendaki.
  2. Penanaman etika lingkungan sebagai bagian dari budaya pendakian.
  3. Penegakan hukum lingkungan secara tegas.
  4. Koordinasi lintas sektor dalam pengelolaan kawasan konservasi.

Pertemuan ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai pihak, termasuk Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) , Perhutani , Dinas Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya , Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) , LMDH , aparat keamanan, serta sejumlah pegiat lingkungan.

Urgensi perlindungan terhadap kawasan Cagar Alam Gunung Talaga Bodas yang terancam akibat aktivitas pendakian liar dan tidak terkendali di jalur Arga . Jalur ini, meskipun populer di kalangan pendaki, telah menyebabkan kerusakan signifikan pada ekosistem karena minimnya pemahaman konservasi di kalangan pengunjung.

Kritik terhadap aktivitas pendakian ini tidak hanya datang dari komunitas pecinta alam (FKPAT ) tetapi juga dari masyarakat lokal (LMDH Sundakerta ) yang merasakan dampak langsung dari ulah pendaki, seperti sampah yang tertinggal, kerusakan vegetasi, hingga gangguan pada saluran air. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakdisiplinan pendaki tidak hanya merugikan lingkungan tetapi juga membebani masyarakat sekitar.

Upaya penutupan sementara jalur Arga oleh Perhutani BKPH Tasikmalaya dinilai sebagai langkah penting untuk memberikan waktu bagi pihak terkait menyiapkan regulasi dan sistem pengelolaan yang lebih baik. Adendum melalui skema Kemitraan Kehutanan Perhutani (KKP) diharapkan dapat mengatur kegiatan pendakian secara resmi, sehingga aktivitas ini dapat dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Selain itu, empat tuntutan utama yang disampaikan oleh FKPAT mencerminkan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kesadaran lingkungan, menegakkan hukum, dan membangun sinergi antarpihak dalam menjaga kelestarian alam. Dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, lembaga konservasi, dan komunitas lokal, diharapkan kawasan Gunung Talaga Bodas dapat dipulihkan dan dilestarikan untuk generasi mendatang.

Sumber: kabarsingaparna.pikiran-rakyat.com

Share.
Leave A Reply

Exit mobile version