Breakingnewsbandung.comKabupaten Bandung | Audiensi antara Gerakan Militansi Pejuang Indonesia (GMPI) dengan Komisi C DPRD Kabupaten Bandung dan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) berlangsung pada Selasa siang 17 Juni 2024. Meski dijadwalkan pukul 10.00 WIB, pertemuan baru dimulai sekitar pukul 12.00 WIB dan digelar di Gedung DPRD Kabupaten Bandung, Ruang Komisi C.

Audiensi ini dihadiri oleh Ketua Komisi C H. Tarya Witarsa, S.Ag., Wakil Ketua Komisi C H. Eep, Kabid Tata Ruang Dinas PUTR H.Igun, serta unsur kepolisian dari Polsek Soreang. Dari pihak GMPI, hadir Ketua DPW GMPI Jawa Barat Kang Yadi, Sekjen GMPI Sugandi, dan Penasihat Hukum GMPI Galih Faisal, SH, MH, Cpm., bersama sejumlah jajaran lainnya.

Dalam forum tersebut, Galih Faisal selaku Penasihat Hukum GMPI menyoroti sejumlah pelanggaran pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan properti di wilayah Kabupaten Bandung. Salah satu isu utama yang disampaikan adalah banyaknya pembangunan yang dilakukan tanpa mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), yang kini telah berubah menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

Ia juga menyinggung soal perubahan Perda secara mendadak, seperti penggantian Perda Kabupaten Bandung No. 27 Tahun 2016 yang semula berlaku hingga 2030, kini digantikan oleh Perda Kabupaten Bandung No. 1 Tahun 2024 yang berlaku hingga 2044. Galih menyebut bahwa perubahan ini terkesan dipaksakan dan mengabaikan aspek keberlanjutan lingkungan, khususnya di kawasan seperti Bojongsoang yang sebelumnya tidak diarahkan sebagai zona pengembangan pemukiman.

Dalam ruang audiensi tersebut, Sekretaris Jenderal GMPI, Sugandi, turut menyampaikan sejumlah permasalahan krusial di hadapan anggota Komisi C DPRD Kabupaten Bandung.

Ia menyoroti maraknya praktik mendirikan bangunan tanpa izin yang sah, baik yang sebelumnya dikenal sebagai IMB maupun kini berbentuk PBG. Selain itu, Sugandi menegaskan kekhawatiran GMPI terhadap alih fungsi lahan produktif yang seharusnya difungsikan untuk ketahanan pangan dan serapan air. Ia menyebut bahwa dalam hasil investigasi GMPI, hampir seluruh pembangunan perumahan dan klaster saat ini berada di atas lahan hijau yang dilindungi, tanpa melalui prosedur dan izin yang jelas.

“Fakta di lapangan menunjukkan maraknya pembangunan kawasan perumahan dan klaster di atas lahan-lahan produktif yang seharusnya menjadi lahan serapan air dan ketahanan pangan. Hampir 99% lahan tersebut mengalami alih fungsi, dan hal ini jelas bertentangan dengan Perda Kabupaten Bandung No. 1 Tahun 2024,” tegas Sugandi.

“Ketika pemerintah pusat sedang gencar memperkuat ketahanan pangan, justru di Kabupaten Bandung terjadi alih fungsi besar-besaran yang bertolak belakang dengan semangat tersebut. Jika persoalan ini tidak segera ditindaklanjuti, GMPI akan membawa permasalahan ini ke Kejaksaan Tinggi bahkan hingga Kejaksaan Agung,” tegas Sugandi di hadapan peserta audiensi.

Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Bandung, H. Tarya Witarsa, S.Ag., saat diwawancarai usai audiensi mengatakan pihaknya akan mempelajari kembali legalitas izin dari perusahaan-perusahaan yang disorot GMPI, termasuk Arjuna Land City. “Kami hanya ingin memastikan apakah izinnya memang ada atau tidak. Untuk tindakan teknis selanjutnya, kami serahkan kepada dinas terkait,” ujarnya.

Kabid Tata Ruang PUTR, H.Deni Igun/ Deni Gunawan, menyampaikan bahwa pihaknya telah memiliki mekanisme regulasi penanganan pelanggaran tata ruang. “Peninjauan lapangan sudah dilakukan. Namun, untuk menyampaikan secara lengkap saat ini belum bisa karena data yang dibutuhkan tidak kami bawa. Kami akan cek di kantor dan melaporkan ke pimpinan,” tuturnya.

Ketua DPW GMPI, Kang Yadi, menyampaikan Audiensi ini menjadi pengingat pentingnya keterbukaan dan ketegasan dalam penegakan hukum tata ruang serta pengawasan pembangunan yang berkelanjutan. GMPI menegaskan akan terus memantau dan melakukan kontrol sosial di Kabupaten Bandung dan wilayah Jawa Barat pada umumnya, demi terjaganya lingkungan dan ketahanan pangan nasional.

Share.
Leave A Reply

Exit mobile version